Ilmu adalah syarat untuk segala amalan. Oleh sebab itu, amalan tidak sah tanpa adanya ilmu.
Oleh karena itu, Allah Jalla wa ʿAlā berfirman: “Maka ketahuilah bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu …” (QS. Muhammad: 19)
Imam Bukhari—semoga Allah merahmatinya—berkata:
“Dia memulai dengan ilmu sebelum perkataan dan perbuatan.”
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa ilmu menjadi syarat keabsahan setiap ibadah, karena keabsahan ibadah terikat dengan dua syarat:
Syarat pertama, ibadah itu harus ikhlas karena Allah Jalla wa ʿAlā. Adapun syarat kedua, ia harus benar sesuai dengan apa yang Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam perintahkan.
Inilah makna firman Allah Jalla wa ʿAlā “… untuk menguji kalian, siapa yang paling baik amalnya di antara kalian.” (QS. Al-Mulk: 2)
Ibnu Abi ad-Dunya meriwayatkan dengan sanad yang sahih dalam kitab al-Ikhlāṣ, bahwa al-Fudhail bin ʿIyāḍ—semoga Allah merahmatinya—ketika membaca ayat ini, beliau mengatakan, “Amalan yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan paling benar.”
Sungguh suatu amalan jika tanpa keikhlasan, maka tidak akan diterima.
Begitu juga apabila tidak sesuai dengan sunah Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka tidak akan diterima.
Penjelasannya, bahwa ilmu tentang yang benar dan sunah Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
serta penjabaran beliau tentang perintah-perintah syariat tidak akan mungkin diketahui kecuali jika seseorang mengetahui syariat Allah ʿAzza wa Jalla,
mengerti batasan-batasan-Nya, dan memahami fikih terkait apa yang Allah ʿAzza wa Jalla perintahkan.
Jadi, ilmu tentang Allah ʿAzza wa Jalla dan pengetahuan tentang hukum-hukum-Nya Subẖānahu wa Ta’ālā merupakan syarat semua ibadah.
Inilah maksud perkataan sebagian ulama bahwa ibadah jika dilakukan oleh orang berilmu maka pahalanya akan lebih besar daripada jika dilakukan oleh selainnya,
karena orang berilmu mengetahui sunah-sunahnya lalu melakukannya,
dan memahami perkara-perkara yang makruh dan terlarang, lalu menyengaja menjauhinya.
Adapun yang tidak berilmu, mungkin sudah kebiasaannya melakukan yang terlarang, mungkin melakukan suatu perintah sekadar karena sudah terbiasa,
atau mungkin tidak melakukan larangan sekadar karena rutinitasnya,
sehingga dia tidak mendapatkan pahala walaupun meninggalkannya,
karena pahala tergantung pada niat,
padahal niat, sebagaimana dinyatakan oleh imam Syafi’i dan diikuti oleh para ulama, bahwa niat itu mengikuti ilmu, sehingga jika Anda tidak tahu bahwa perbuatan ini diperintahkan atau perbuatan itu terlarang, maka Anda tidak akan diberi pahala, kecuali jika Anda mengetahuinya.
====
أَنَّ الْعِلْمَ شَرْطٌ لِلْعَمَلِ جَمِيعًا
فَلَا يَصِحُّ عَمَلٌ بِدُونِ عِلْمٍ بِهِ
وَلِذَلِكَ قَالَ رَبُّنَا جَلَّ وَعَلَا
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
قَالَ الْإِمَامُ الْبُخَارِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى
فَبَدَأَ بِالْعِلْمِ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ
فَدَلَّنَا ذَلِكَ عَلَى أَنَّ الْعِلْمَ شَرْطٌ لِكُلِّ عِبَادَةٍ صَحِيحَةٍ
إِذْ لَا بُدَّ لِصِحَّةِ الْعِبَادَةِ مِنْ قَيْدَيْنِ
الْقَيْدُ الْأَوَّلُ أَنْ تَكُونُ خَالِصَةً لِلهِ جَلَّ وَعَلَا
وَالْقَيْدُ الثَّانِي أَنْ تَكُونَ صَحِيحَةً حَسْبَمَا أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهَذَا هُوَ مَعْنَى قَوْلِ اللهِ جَلَّ وَعَلَا
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
رَوَى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي كِتَابِ الْإِخْلَاصِ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ
أَنَّ الْفُضِيلَ بْنَ عِيَاضٍ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى لَمَّا قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ
قَالَ: أَحْسَنُ الْعَمَلِ أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ
إِنَّ الْعَمَلَ إِذَا لَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ
إِنَّ الْعَمَلَ إِذَا لَمْ يَكُنْ صَوَابًا عَلَى سُنَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُقْبَلْ
وَبَيَانُ ذَلِكَ أَنَّ مَعْرِفَةَ الصَّوَابِ وَمَعْرِفَةَ سُنَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَبَيَانَهُ لِلْأَوَامِرِ الشَّرْعِيَّةِ لَا يُمْكِنُ أَنْ تُعْرَفَ
إِلَّا إِذَا كَانَ الْمَرْءُ عَالِمًا بِشَرْعِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
عَالِمًا بِحُدُودِهِ عَارِفًا بِفِقْهِ مَا أَمَرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ
إِذَنْ فَإِنَّ الْعِلْمَ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَالْعِلْمَ بِأَحْكَامِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
شَرْطٌ لِلْعِبَادَاتِ كُلِّهَا
وَهَذَا مَعْنَى قَوْلِ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ
إِنَّ الْعِبَادَةَ إِذَا فَعَلَهَا الْعَالِمُ
فَإِنَّ أَجْرَهُ يَكُونُ عَلَيْهَا أَعْظَمَ مِنْ فِعْلِ غَيْرِهِ
لِأَنَّ الْعَالِمَ يَكُونُ عَالِمًا بِكُلِّ سُنَّةٍ مِنْ سُنَنِهَا فَيَأْتِيَهَا
وَعَالِمٌ بِكُلِّ أَمْرٍ مِنَ الْمَكْرُوهَاتِ وَالْمَمْنُوعَاتِ فَيَجْتَنِبُهُ قَصْدًا
وَأَمَّا غَيْرُهُ فَرُبَّمَا فَعَلَ هَذَا الْمَمْنُوعَ عَادَةً
فَرُبَّمَا عَمَلَ هَذَا الْمَأْمُورَ عَادَةً
وَرُبَّمَا انْكَفَّ عَنْ هَذَا الْمَنْهِيِّ عَنْهَا عَادَةً
فَلَا يُؤْجَرُ عَلَى مُجَرَّدِ الْاِنْكِفَافِ
إِذِ الْأَجْرُ مَبْنِيٌّ عَلَى نِيَّةٍ
وَالنِّيَّةُ كَمَا قَرَّرَ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ وَتَبِعَهُ أَهْلُ الْعِلْمِ
أَنَّ النِّيَّةَ تَبَعٌ لِلْعِلْمِ
فَإِنْ لَمْ تَعْلَمْ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ مَأْمُورٌ بِهِ
أَوْ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ مَنْهِيٌّ عَنْهُ
فَإِنَّكَ لَا تُؤْجَرُ إِلَّا إِذَا كُنْتَ كَذَلِكَ